skip to main |
skip to sidebar
Manusia Mini Tinggi 50 Cm
MOJOKERTO - Nasib malang menimpa Wariat, warga Desa Wotanmas Jedong, Kecamatan Ngoro, Mojokerto, Jawa Timur. Selain memiliki tubuh mini dengan tinggi 50 cm, dua tangan dan kakinya tak mampu digerakkan.
Kelainan fisik wanita berumur 40 tahun itu dialaminya sejak ia balita. Wariat memiliki ukuran tubuh mini seperti masih kanak-kanak. Kondisi dua tangan dan kakinya yang tanpa tulang itu, praktis harus membuatnya rela hanya bisa terbaring di atas tempat tidurnya.
Kesedihan Wariat bertambah, karena saat ini, dia hanya sama sekali tak memiliki orangtua. Sejak beberapa tahun yang lalu, dua orangtuanya meninggal lantaran sakit. Untuk aktivitas sehari-harinya, dia harus menggantungkan belas kasihan orang lain, termasuk mandi, makan dan ganti pakaian. Setiap harinya, hanya terbaring dan duduk di tempat tidur. Aktivitas ringan yang bisa dia lakukan hanya menonton televisi, dan mendengarkan musik kesukaanya, dangdut.
Di rumah sederhananya itu, Wariat tinggal bersama Mesti (50) dan Mair (54), paman dan bibinya yang masih rela merawatnya. Dua orang inilah yang setiap hari menjadi tumpuan hidupnya. Kendati dengan kondisi demikian, guratan semangat hidup masih ditampakkannya. Sesekali dia menghibur diri meski seringkali sendirian seharian.
Diceritakan Mesti, bibinya, kelainan fisik Wariat itu terjadi sejak masih bayi. Lantaran sakit yang dideritanya saat masih berumur beberapa bulan, kedua orangtua Wariat memilih dukun untuk mengobatinya. Seperti dukun bayi lainnya, yang bisa dilakukan adalah dengan melakukan pemijatan. ''Awalnya sakit semacam bisul. Karena saat itu tak ada dokter dan untuk ke Puskesmas, letaknya sangat jauh,'' tutur Mesti dengan bahasa Jawa.
Memang, sejak dipijat sang dukun itu, sakit Wariat seakan sembuh. Namun setelah beberapa hari, kondisi Wariat malah memburuk. Bahkan, dua tangan dan kakinya tak bisa digerakkan. ''Kami masih belum sadar jika Wariat mengalami kelainan fisik setelah dipijat itu,'' terangnya.
Saat umur Wariat menginjak satu tahun, sejumlah keluarganya mulai curiga dengan pertumbuhan Wariat. Pertumbuhan bayi itu tak bisa normal. Bahkan dalam setiap tahunnya, tinggi dan berat badan Wariat tak kunjung bertambah. Kondisi ini terus terjadi hingga Wariat tumbuh dewasa.
Lantara kondisi fisik yang tak normal itu, Wariat harus merelakan impiannya untuk bisa bersekolah, apalagi bermain seperti teman sebayanya. Kondisi mengenaskan itu membuat kedua orangtua Wariat tertekan. Apalagi, kondisi keluarga ini terbilang sangat miskin. ''Kalau berobat ke rumah sakit, jelas kami tak mampu. Upaya pengobatan alternatif sudah berkali-kali dilakukan, tapi tak kunjung mendapatkan perubahan,'' kata Mesti.
Wariat sendiri mengaku pasrah dengan kondisi fisiknya itu. Ia mengaku, tak hanya kelainan fisik yang ia rasakan. Kesehatannya juga sering terganggu, seperti seringnya mengalami demam, batuk dan pilek. ''Penyakit itu menjadi langganan,'' kata Wariat, yang juga tak mampu berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia itu.
Untuk menghabiskan waktunya, ia mengaku sering menghibur diri dengan apa saja yang ada disekelilingnya. Termasuk sebuah televisi hasil pemberian warga yang berbelas kasih kepadanya. ''Ya, hanya tidur-tiduran saja. Hanya itu yang bisa saya lakukan,'' ungkapnya pasrah.
Ironisnya, keluarga miskin ini sebelumnya tak sempat menikmati bantuan dari pemerintah. Padahal, untuk memenuhi kebutuhan tiga anggota keluarga ini, mereka hanya mengandalkan bantuan dari warga. Atas kondisinya itu, Selasa (15/7/2008), petugas dari Kantor Kejahteraan Sosial (Kankessos) Kabupaten Mojokerto mengunjungi rumah Wariat. Beberapa bantuan berupa peralatan dapur, pakaian dan sembako diberikan kepada keluarga miskin ini.
Kepala Kankessos Kabupaten Mojokerto, Yudha Eko Setyo Hadi mengatakan, pihaknya akan memasukkan Wariat sebagai salah satu warga yang akan menerima bantuan dari Program Keluarga Harapan. Menurut dia, kondisi Wariat ini memang layak untuk mendapatkan bantuan untuk rumah tangga sangat miskin itu. ''Kita akan ajukan agar keluarga Wariat menjadi sasaran PKH, juga untuk BLT,'' janji Yudha.
0 komentar:
Post a Comment